Pendahuluan
Krisis ekonomi merupakan
musibah yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang melamban. Pertumbuhan
ekonomi yang melamban bukan berakar pada masalah karena kelemahan pada sektor
moneter dan keuangan saja, melainkan pada tidak kuatnya struktur sektor ekonomi
di riel dalam menghadapi gejolak dari luar atau gejolak dari dalam. Sebelum
krisis prioritas industri pemerintah lebih memprioritaskan untuk mendahulukan
industri hulu namun mengabaikan industri hilir. Ada semacam statement bahwa
kalau industri hulu terbangun maka industri hilir akan mengikuti. Namun dalam
kenyataanya pemerintah mengabaikan konsep membangun industri hilir yang dapat
dilaksanakan.
Sementara itu
industri-industri besar yang terbangun tetap rawan gejolak luar tersebut tidak
memiliki suatu keterkaitan yang kuat baik kebelakang penyediaan input maupun
kedepan. Terlambatnya dipromosikan UKM dalam program membangun industri hilir
dan pemihakan pemerintah terhadap pengembangan usaha besar berakibat peran yang
menonjol pada usaha besar. Dengan terlambatnya dipromosikan industri hilir
terjadi kepincangan yang cukup parah ketika krisis asia melanda ekonomi. Ketika
terjadi krisis industri besar mengahadapi masalah serius sedangkan UKM bekerja
menurut ritme keunggulannya. Dua pola pertumbuhan industri berbeda karena
antara lain mengunakan bahan baku bersumber dari dalam negeri, pemakaian tenaga
kerja dengan upah yang rendah dan relatif cepat bergerak kearah penyesuaian
pemakaian bahan baku dan berorientasi pasar.
Ketiga faktor diatas
menempatkan UKM disalah satu pihak mampu menunjukkan diri menjadi usaha yang
memiliki keunggulam daya saing dan dinamika dalam pertumbuhan ekonomi bahkan
para ahli melihat kenyataan dan berpendapat bahwa proses pemulihan ekonomi yang
ditunjang oleh meningkatnya peran UKM secara signifikan. Dengan demikian dapat
disimpulkan terpisahnya faktor pengerak UKM dari industri besar merupakan suatu
kerapuhan dalam struktur industri yang ada sekarang. Hal ini menjadi bukti atas
potensi UKM dalam pemulihan krisis ekonomi, yang muncul akibat kemampuannya
untuk secara cepat mengubah dan mengalihkan pasar input outputnya dari input
yang mahal ke yang secara relatif lebih murah. Hal inilah menunjukkan bahwa
selain sebagai penangkal krisis juga memiliki peran yang sangat strategis dalam
ekonomi suatu negara.
Pada pasca krisis tahun 1997
di Indonesia, UKM dapat membuktikan bahwa sektor ini dapat menjadi tumpuan bagi
perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan UKM mampu bertahan dibandingkan
dengan usaha besar lainnya yang cenderung mengalami keterpurukan. Hal tersebut
dibuktikan dengan semakin bertambahnya jumlah UKM setiap tahunnya. Usaha skala
kecil dan menengah (UKM) di negara berkembang hampir selalu merupakan kegiatan
ekonomi yang terbesar dalam jumlah dan kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja.
Begitu pula dengan kondisi yang ada di Indonesia, meskipun dalam ukuran
sumbangan terhadap PDB belum cukup tinggi, sektor ini dapat tetap menjadi
tumpuan bagi stabilitas ekonomi nasional. Sehingga perannya diharapkan dapat
menciptakan kesejahteraan kepada masyarakat Indonesia.
Pembahasan
Usaha Kecil didefinisikan
sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga
maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk
diperniagakan secara komersial dan mempunyai omzet penjualan sebesar 1 (satu)
miliar rupiah atau kurang. Sementara Usaha Menengah didefinisikan sebagai
kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun
suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan
secara komersial dan mempunyai omzet penjualan lebih dari 1 (satu) miliar.
Menurut Departemen
Perindustrian (1993) UKM didefinisikan sebagai perusahaan yang dimiliki oleh
Warga Negara Indonesia (WNI), memiliki total asset tidak lebih dari Rp 600 juta
(diluar area perumahan dan perkebunan). Sedangkan definisi yang digunakan oleh
Biro Pusat Statistik (BPS) lebih mengarah pada skala usaha dan jumlah tenaga
kerja yang diserap. Usaha kecil menggunakan kurang dari lima orang karyawan,
sedangkan usaha skala menengah menyerap antara 5-19 tenaga kerja.
Ciri-ciri perusahaan kecil dan menengah di Indonesia,
secara umum adalah:
· Manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada
pemisahan yang tegas antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah
sekaligus pengelola dalam UKM.
· Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok
kecil pemilik modal.
· Daerah operasinya umumnya lokal, walaupun terdapat
juga UKM yang memiliki orientasi luar negeri, berupa ekspor ke negara-negara
mitra perdagangan.
· Ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah
karyawan, dan sarana prasarana yang kecil.
Pandangan umum bahwa UKM itu
memiliki sifat dan jiwa entrepreneurship (kewiraswastaan) adalah kurang tepat.
Ada sub kelompok UKM yang memiliki sifat entrepreneurship tetapi ada pula yang
tidak menunjukkan sifat tersebut. Dengan menggunakan kriteria entrepreneurship
maka kita dapat membagi UKM dalam empat bagian, yakni :
a. Livelihood Activities
UKM yang masuk kategori ini pada umumnya bertujuan
mencari kesempatan kerja untuk mencari nafkah. Para pelaku dikelompok ini tidak
memiliki jiwa entrepreneurship. Kelompok ini disebut sebagai sektor informal.
Di Indonesia jumlah UKM kategori ini adalah yang terbesar.
b. Micro enterprise
UKM ini lebih bersifat “artisan” (pengrajin) dan tidak
bersifat entrepreneurship (kewiraswastaan). Jumlah UKM ini di Indonesia juga
relatif besar.
c. Small Dynamic Enterprises
UKM ini yang sering memiliki jiwa entrepreneurship.
Banyak pengusaha skala menengah dan besar yang tadinya berasal dari kategori
ini. Kalau dibina dengan baik maka sebagian dari UKM kategori ini akan masuk ke
kategori empat. Jumlah kelompok UKM ini jauh lebih kecil dari jumlah UKM yang
masuk kategori satu dan dua. Kelompok UKM ini sudah bisa menerima pekerjaan
sub-kontrak dan ekspor.
d. Fast Moving Enterprises
Ini adalah UKM tulen yang memilki jiwa entrepreneurship
yang sejati. Dari kelompok ini kemudian akan muncul usaha skala menengah dan
besar. Kelompok ini jumlahnya juga lebih sedikit dari UKM kategori satu dan
dua.
UKM Kebal Terhadap Krisis
Usaha Kecil, dan Menengah
(UKM) memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Karena dengan UKM
ini, pengangguran akibat angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja
menjadi berkurang.
Sektor UKM telah dipromosikan
dan dijadikan sebagai agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia. Sektor UKM
telah terbukti tangguh, ketika terjadi Krisis Ekonomi 1998, hanya sektor UKM
yang bertahan dari kolapsnya ekonomi, sementara sektor yang lebih besar justru
tumbang oleh krisis. Mudradjad Kuncoro dalam Harian Bisnis Indonesia pada
tanggal 21 Oktober 2008 mengemukakan bahwa UKM terbukti tahan terhadap krisis
dan mampu survive karena, pertama, tidak memiliki utang luar negeri. Kedua,
tidak banyak utang ke perbankan karena mereka dianggap unbankable. Ketiga, menggunakan
input lokal. Keempat, berorientasi ekspor. Selama 1997-2006, jumlah perusahaan
berskala UKM mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia. Sumbangan
UKM terhadap produk domestik bruto mencapai 54%-57%. Sumbangan UKM terhadap
penyerapan tenaga kerja sekitar 96%. Sebanyak 91% UKM melakukan kegiatan ekspor
melalui pihak ketiga eksportir/pedagang perantara. Hanya 8,8% yang berhubungan
langsung dengan pembeli/importir di luar negeri.
Kualitas jasa juga dapat
dimaksimalkan dengan adanya penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi ini
dapat memberikan kontribusi positif dalam pengelolaan, sehingga organisasi
dapat lebih terkontrol dengan mudah. Oleh sebab itu, organisasi harus selalu
mengikuti dinamika perubahan teknologi yang terjadi.
Usaha kecil dan menengah (UKM)
merupakan salah satu bagian penting dalam membangun perekonomian suatu negara
ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Usaha mikro kecil menengah
menjadi salah satu prioritas dalam agenda pembangunan di Indonesia hal ini terbukti
dari bertahannya sektor UKM saat terjadi krisis hebat tahun1998, bila
dibandingkan dengan sektor lain yang lebih besar justru tidak mampu bertahan
dengan adanya krisis.
Pada masa krisis ekonomi yang
berkepanjangan, UKM dapat bertahan dan mempunyai potensi untuk berkembang.
Dengan demikian UKM dapat dijadikan andalan untuk masa yang akan datang dan
harus didukung dengan kebijakan-kebijakan yang kondusif, serta
persoalan-persoalan yang menghambat usaha-usaha pemberdayaan UKM harus
dihilangkan. Konstitusi kebijakan ekonomi Pemerintah harus menempatkan UKM
sebagai prioritas utama dalam pemulihan ekonomi, untuk membuka kesempatan kerja
dan mengurangi jumlah pengangguran.
Sebagai gambaran,
kendati sumbangannya dalam
output nasional (PDRB) hanya 56,7 persen dan dalam ekspor nonmigas hanya 15 persen, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99
persen dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6
persen dalam penyerapan tenaga kerja (Kompas). Namun, dalam kenyataannya
selama ini UKM kurang mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa
kesadaran akan pentingnya UKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini
saja.
Dilihat dari pembinaan yang
efektif maka sebaiknya pemerintah memusatkan perhatiannya pada UKM kategori
tiga dan empat. Kelompok ini juga dapat menyerap materi pelatihan. Tujuan
pembinaan terhadap UKM kategori tiga dan empat adalah untuk mengembangkan
mereka menjadi usaha sekala menengah. Secara konseptual penulis menganggap ada
dua faktor kunci yang bersifat internal yang harus diperhatikan dalam proses
pembinaan UKM. Pertama, sumber daya manusia (SDM), kemampuan untuk meningkatkan
kualitas SDM baik atas upaya sendiri atau ajakan pihak luar. Selain itu dalam
SDM juga penting untuk memperhatikan etos kerja dan mempertajam naluri bisnis.
Kedua, manajemen, pengertian manajemen dalam praktek bisnis meliputi tiga aspek
yakni berpikir, bertindak, dan pengawasan.
Dapat dilihat dari statistik
yang dikeluarkan oleh UKM, bahwa 5 sektor yang memiliki porsi terbesar adalah
UKM yang terkait dengan industri makanan dan minuman. Sektor ini membentuk
rantai makanan yang berupa input bahan baku dan output jadi makanan dan
minuman. Industri Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan menyumbang
bahan baku untuk pembuatan makanan dan minuman, sementara Industri Perdagangan,
Hotel, dan Restoran menjual makanan dan minuman jadi hasil pengolahan dari
industri sebelumnya. Sehingga jika ditotal, sektor makanan dan minuman memiliki
proporsi unit usaha UKM lebih dari 80%.
Alasan-alasan UKM bisa bertahan dan cenderung
meningkat jumlahnya pada masa krisis adalah :
· Sebagian besar UKM memperoduksi barang konsumsi dan
jasa-jasa dengan elastitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka
tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap
permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya kenaikan tingkat pendapatan juga
tidak berpengaruh pada permintaan.
· Sebagian besar UKM tidak mendapat modal dari bank.
Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga, tidak banyak
mempengaruhi sektor ini. Berbeda dengan sektor perbankan bermasalah, maka UKM
ikut terganggu kegiatan usahanya. Sedangkan usaha berkala besar dapat bertahan.
Di Indonesia, UKM mempergunakan modal sendiri dari tabungan dan aksesnya
terhadap perbankan sangat rendah.
· UKM mempunyai modal yang terbatas dan pasar yang
bersaing, dampaknya UKM mempunyai spesialisasi produksi yang ketat. Hal ini
memungkinkan UKM mudah untuk pindah dari usaha yang satu ke usaha lain,
hambatan keluar-masuk tidak ada.
· Reformasi menghapuskan hambatan-hambatan di pasar,
proteksi industri hulu dihilangkan, UKM mempunyai pilihan lebih banyak dalam
pengadaan bahan baku. Akibatnya biaya produksi turun dan efisiensi meningkat.
Tetapi karena bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi, maka pengaruhnya
tidak terlalu besar.
· Dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan
menyebabkan sektor formal banyak memberhentikan pekerja-pekerjanya. Para
penganggur tersebut memasuki sektor informal, melakukan kegiatan usaha yang
umumnya berskala kecil, akibatnya jumlah UKM meningkat.
Mudradjad Kuncoro mengatakan
bahwa dua langkah strategis yang bisa diusulkan untuk pengembangan sektor UKM,
yaitu demand pull strategy dan supply push strategy. Demand pull strategy
mencakup strategi perkuatan sisi permintaan, yang bisa dilakukan dengan
perbaikan iklim bisnis, fasilitasi mendapatkan HAKI (paten), fasilitasi
pemasaran domestik dan luar negeri, dan menyediakan peluang pasar. Langkah
strategis lainnya adalah supply push strategy yang mencakup strategi pendorong
sisi penawaran. Ini bisa dilakukan dengan ketersediaan bahan baku, dukungan
permodalan, bantuan teknologi/ mesin/alat, dan peningkatan kemampuan SDM. Dalam
pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang
mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya
berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor
tradisional maupun modern. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang
diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua
departemen. 1. Departemen Perindustrian dan Perdagangan; 2. Departemen Koperasi
dan UKM, namun demikian usaha pengembangan yang telah dilaksanakan masih belum
memuaskan hasilnya, karena pada kenyataannya kemajuan UKM sangat kecil
dibandingkan dengan kemajuan yang sudah dicapai usaha besar. Pelaksanaan
kebijaksanaan UKM oleh pemerintah selama Orde Baru, sedikit saja yang
dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja, sehingga hasilnya
sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih berpihak pada pengusaha besar hampir
disemua sektor, antara lain : perdagangan, perbankan, kehutanan, pertanian dan
industri. Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, karena semakin
terbukanya pasar didalam negeri, merupakan ancaman bagi UKM dengan semakin
banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar dampak globalisasi. Oleh karena
itu pembinaan dan pengembangan UKM saat ini dirasakan semakin mendesak dan
sangat strategis untuk mengangkat perekonomian rakyat, maka kemandirian UKM
dapat tercapai dimasa mendatang.
Peranan UKM dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan
Kerja
Peranan UKM terlihat cukup
jelas pasca krisis ekonomi, yang dapat dilihat dari besaran pertambahan nilai
PDB, pada periode 1998–2002 yang relatif netral dari intervensi pemerintah
dalam pengembangan sektor-sektor perekonmian karena kemampuan pemerintah yang
relatif terbatas, sektor yang menunjukkan pertambahan PDB terbesar berasal dari
industri kecil, kemudian diikuti industri menengah dan besar. Hal ini
mengindikasikan bahwa UKM mampu dan berpotensi untuk mewujudkan pertumbuhan
ekonomi pada masa akan datang.
Dari aspek penyerapan tenaga
kerja, sektor pertanian secara absolut memiliki kontribusi lebih besar dari
pada sektor pertambangan, sektor industri pengolahan dan sektor industri jasa.
Arah perkembangan ekonomi seperti ini akan menimbulkan kesenjangan pendapatan
yang semakin mendalam antara sektor yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi lebih
tinggi dan menyerap tenaga kerja lebih sedikit.
Pembangunan ekonomi hendaknya
diarahkan pada sektor yang memberikan kontribusi terhadap output perekonomian
yang tinggi dan penyerapan tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Adapun sektor
yang dimaksud adalah sektor industri pengolahan, dengan tingkat pertambahan
output bruto sebesar 360,19% dan tingkat penyerapan tenaga kerja sebesar 23,21%
lebih besar daripada sektor pertanian, pertambangan dan jasa. Berdasarkan
skala, UKM memiliki kontribusi terhadap pertambahan output bruto dan penyerapan
tenaga kerja yang lebih besar daripada Usaha Besar.
Peranan UKM dalam penyerapan
tenaga kerja yang lebih besar dari usaha besar juga terlihat selama periode
2002–2005. UKM memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja rata-rata
sebesar 96,66% terhadap total keseluruhan tenaga kerja nasional, sedangkan
usaha besar hanya memberikan kontribusi rata-rata 3,32% terhadap tenaga kerja
nasional. Tinggi kemampuan UKM dalam menciptakan kesempatan kerja dibanding
usaha besar mengindikasikan bahwa UKM memiliki potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan dan dapat berfungsi sebagai katub pengaman permasalahan tenaga
kerja (pengangguran).
UKM Dalam Iklim Persaingan
Salah satu bentuk proteksi
yang dilakukan pemerintah terhadap pengembangan UKM adalah apa yang tercantum
pada dua Undang-Undang (UU) yang terkait dengan UKM yaitu UU Usaha Kecil No. 9
Tahun 1995 dan UU Persaingan Usaha Tahun 1999. Lebih menarik lagi karena UU
Persaingan Usaha muncul setelah Indonesia dihantam badai krisis yang menjadi
arena pengujian ketangguhan masing-masing skala usaha.
Di dalam UU Usaha Kecil
tersebut secara jelas dinyatakan betapa diperlukannya tindakan untuk melindungi
UKM dari persaingan yang tidak adil serta perlunya usaha untuk
mengembangkannya. Misalnya, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah, perlindungan
terhadap pelaksanaan program kemitraan dimana usaha besar dipaksa bermitra
dengan UKM. Sementara dalam pasal 50 butir (h) dan (i) UU Anti Monopoli dan UU
Persaingan ini ternyata koperasi dan UKM tidak tercakup di dalamnya. Kedua UU
ini menyatakan bahwa salah satu tugas pemerintah dalam pengembangan sektor
ekonomi adalah untuk memberikan perlindungan perundangan dan usaha pengembangan
bagi koperasi dan UKM.
Berdasarkan isi dari kedua UU
ini, jelas terlihat bahwa pemerintah Indonesia mungkin berpandangan bahwa untuk
mengembangkan serta melindungi koperasi dan UKM (sebagai bagian dari sektor
ekonomi) dari persaingan bebas (yang tidak adil) diperlukan suatu peraturan
yang ketat agar dapat digunakan sebagai bagian dari insentif untuk
mengembangkan dan melindungi koperasi dan UKM. Tampaknya pemerintah juga
berpendapat bahwa dalam proses itu, melindungi dan mengembangkan koperasi dan
UKM merupakan unsur
yang penting untuk menghadapi persaingan bebas (khususnya yang tidak
adil). Ketika harus
memilih antara manfaat persaingan yang didorong oleh pasar atau perlindungan
pemerintah, ternyata pemerintah memilih perlindungan. Mungkin kita akan memberikan interpretasi: bahwa
perlindungan untuk UKM serta koperasi akan efektif hanya dengan cara memakai
perangkat peraturan pemerintah. Dasar pemikiran ekonomi dari UU nasional ini
adalah bahwa UU dapat memainkan peranan yang penting dalam mendukung usaha
besar, menengah, kecil dan koperasi dalam bersaing di pasar yang sama tetapi
kita harus melindungi UKM dan koperasi.
Secara umum tujuan UU ini
adalah bagaimana mengembangkan ekonomi dengan sifat pasar persaingan bebas
dimana UU seharusnya atau sebenarnya tidak ditujukan untuk melawan usaha-usaha
besar, tetapi lebih merupakan pengembangan prinsip persaingan dalam ekonomi
pasar yang sedemikian rupa agar dapat menciptakan kondisi pasar yang dapat
mempercepat pertumbuhan usaha kecil, menengah dan besar secara bersamaan.
Hubungan yang terutama dan logis antara UU ini dan pertumbuhan UKM adalah
sebagai berikut: tujuan utama UU ini adalah meningkatkan keadaan ekonomi
melalui persaingan pasar bebas. Oleh sebab itu, teori pelaku ekonomi mengenai
perbuatan yang bersifat anti persaingan harus dimengerti secara jelas. Apabila
pasar yang bersaing (bukan yang bersifat monopoli atau monopolistik dll.) dikembangkan,
maka akan tercipta ekonomi yang kondusif yang dapat mempercepat pertumbuhan
UKM. Namun demikian perlu dicamkan bahwa pasar yang bersaing tidak dapat
dihasilkan hanya dengan UU Anti Monopoli dan UU Persaingan saja.
Peran UKM dalam Penciptaan Devisa Negara
UKM juga berkontribusi
terhadap penerimaan ekspor, walaupun kontribusi UKM jauh lebih kecil jika
dibandingkan dengan kontribusi usaha besar. Pada tahun 2005 nilai ekspor usaha
kecil mencapai 27.700 milyar dan menciptakan peranan sebesar 4,86 persen
terhadap total ekspor. Padahal pada tahun 2002 nilai ekspor skala usaha yang
sama sebesar 20.496 milyar dan menciptakan peranan sebesar 5,13% terhadap total
ekspor. Artinya terjadi peningkatan pada nilai walaupun peranan ekspor pada
usaha kecil sedikit mengalami penurunan. Untuk usaha menengah, nilai ekspor
juga meningkat dari 66,821 milyar di tahun 2002 (16,74%) naik menjadi 81.429
milyar dengan peranan yang mengalami penurunan yaitu sebesar 14,30% ditahun
2005.
Berdasarkan distribusi
pendapatan ekspor menurut skala usaha, maka periode 2003-2005 sektor penggerak
ekspor terbesar secara total adalah industri pengolahan, dan penyumbang ekspor
terkecil adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan. Khusus
pada usaha kecil, penyumbang terbesar ekspor nonmigas adalah sektor industri
pengolahan yang diikuti oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan
perikanan dan terakhir adalah sektor pertambangan dan penggalian. Sedangkan
untuk usaha menengah sumbangan terbesar terhadap ekspor adalah sektor industri
pengolahan. (MENEKOP DAN UMKM dan BPS, 2005).
Berikut akan saya sajikan data
yang menunjukkan perkembangan ekspor non migas berdasarkan skala usaha tahun
2002 – 2005:
Table 1.1 perkembangan Ekspor Non Migas Menurut Skala
Usaha Tahun 2002 – 2005
|
Nilai (Milyar RP)
|
|||||||
|
Tahun
|
UK
|
UM
|
UKM
|
UB
|
Total
|
||
|
2002
|
20,496
(5,13)
|
66,821
(16.74)
|
87,290
(21.87)
|
311,916
(78.13)
|
399,206
(100,00)
|
||
|
2003
|
19,941
(5,21)
|
57,156
(14.94)
|
77,097
(20.15)
|
305,437
(79.85)
|
382,534
(100,00)
|
||
|
2004
|
24,408
(5,18)
|
71,140
(15.11)
|
95,548
(20.30)
|
375,242
(79.70)
|
470,790
(100,00)
|
||
|
2005
|
27,700
(4,86)
|
81,429
(14.30)
|
109,129
(19.16)
|
460,460
(80.84)
|
569,588
(100,00)
|
||
Sumber: MENEKOP DAN UMKM dan BPS, 2005
Keterangan:
( ) : Persentase terhadap total
UK : Usaha Kecil
UM : Usaha Menengah
UKM : Usaha Kecil Menengah
UB : Usaha Besar
Peranan UKM dalam Pemerataan Pendapatan
Peranan UKM yang tak kalah
pentingnya dengan upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan
kerja yang tinggi adalah peranan dalam upaya mewujudkan pemerataan pendapatan.
Dalam rangka meningkatkan peran UKM di Indonesia berbagai kebijakan dari aspek
makroekonomi perlu diterapkan. Dengan memberikan stimulus ekonomi yang lebih
besar kepada industri ini akan memberikan dampak yang besar dan luas terhadap
pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan distribusi pendapatan yang lebih
merata di Indonesia. Dengan stimulus yang dimaskud dapat berupa memberikan dana
kepada UKM melalui investasi pemerintah dan investasi swasta domestik maupun
investasi luar negeri. Perlu komitmen yang kuat dalam bentuk peraturan
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mengalokasikan
sebagian besar dana APBD maupun APBN untuk diinvestasikan dalam usaha produktif
UKM. Sementara itu, untuk menciptakan dan mendorong berbagai pihak swasta
maupun swasta asing menginvestasikan dananya pada UKM perlu diberikan berbagai
kemudahan dalam bentuk penyediaan database, penyediaan infrastruktur, kemudahan
sistem administrasi birokrasi, dan kemudahan pajak. Pemanfaatan dana pinjaman
luar negeri dalam bentuk loan bagi pengembangan UKM juga dapat dilakukan,
disamping mengerahkan bantuan (hibah) luar negeri untuk memperkuat dan
meningkatkan peran UKM.
Upaya lain yang dapat
dilakukan adalah dengan memberikan pinjaman modal berupa kredit berbunga
rendah. Untuk pelaksanaanya melibatkan pihak perbankan, khususnya perbankan milik
pemerintah. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan aksesbilitas para pelaku UKM
terhadap modal yang selama ini relatif terbatas. Diperlukan pula ketegasaan
dari pemerintah dalam bentuk peraturan perundangan ataupun peraturan pemerintah
(PP) untuk mendorong pihak perbankan melakukan tugasnya dengan sungguh sungguh
dan penuh tanggung jawab.
Penutup
Peran Usaha Kecil Menengah
(UKM) di Indonesia sangat besar dan telah terbukti menyelamatkan perekonomian
bangsa pada saat dilanda krisis ekonomi tahun 1997. Di negara-negara majupun,
baik di Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Italia, UKM lah yang menjadi pilar
utama perekonomian negara. Disamping itu upaya pengembangan UKM dengan
mensinergikannya dengan industri besar melalui pola kemitraan, juga akan
memperkuat struktur ekonomi baik nasional maupun daerah. Partisipasi pihak
terkait atau stakeholders perlu terus ditumbuh kembangkan lainnya agar UKM
betul-betul mampu berkiprah lebih besar lagi dalam perekonomian nasional.
Sehingga Peran UKM Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia semakin optimal
Daftar Pustaka
http://hisyamjayuz.blogspot.co.id/2013/05/peran-ukm-terhadap-pertumbuhan-ekonomi.html Pendahuluan
Krisis ekonomi merupakan
musibah yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang melamban. Pertumbuhan
ekonomi yang melamban bukan berakar pada masalah karena kelemahan pada sektor
moneter dan keuangan saja, melainkan pada tidak kuatnya struktur sektor ekonomi
di riel dalam menghadapi gejolak dari luar atau gejolak dari dalam. Sebelum
krisis prioritas industri pemerintah lebih memprioritaskan untuk mendahulukan
industri hulu namun mengabaikan industri hilir. Ada semacam statement bahwa
kalau industri hulu terbangun maka industri hilir akan mengikuti. Namun dalam
kenyataanya pemerintah mengabaikan konsep membangun industri hilir yang dapat
dilaksanakan.
Sementara itu
industri-industri besar yang terbangun tetap rawan gejolak luar tersebut tidak
memiliki suatu keterkaitan yang kuat baik kebelakang penyediaan input maupun
kedepan. Terlambatnya dipromosikan UKM dalam program membangun industri hilir
dan pemihakan pemerintah terhadap pengembangan usaha besar berakibat peran yang
menonjol pada usaha besar. Dengan terlambatnya dipromosikan industri hilir
terjadi kepincangan yang cukup parah ketika krisis asia melanda ekonomi. Ketika
terjadi krisis industri besar mengahadapi masalah serius sedangkan UKM bekerja
menurut ritme keunggulannya. Dua pola pertumbuhan industri berbeda karena
antara lain mengunakan bahan baku bersumber dari dalam negeri, pemakaian tenaga
kerja dengan upah yang rendah dan relatif cepat bergerak kearah penyesuaian
pemakaian bahan baku dan berorientasi pasar.
Ketiga faktor diatas
menempatkan UKM disalah satu pihak mampu menunjukkan diri menjadi usaha yang
memiliki keunggulam daya saing dan dinamika dalam pertumbuhan ekonomi bahkan
para ahli melihat kenyataan dan berpendapat bahwa proses pemulihan ekonomi yang
ditunjang oleh meningkatnya peran UKM secara signifikan. Dengan demikian dapat
disimpulkan terpisahnya faktor pengerak UKM dari industri besar merupakan suatu
kerapuhan dalam struktur industri yang ada sekarang. Hal ini menjadi bukti atas
potensi UKM dalam pemulihan krisis ekonomi, yang muncul akibat kemampuannya
untuk secara cepat mengubah dan mengalihkan pasar input outputnya dari input
yang mahal ke yang secara relatif lebih murah. Hal inilah menunjukkan bahwa
selain sebagai penangkal krisis juga memiliki peran yang sangat strategis dalam
ekonomi suatu negara.
Pada pasca krisis tahun 1997
di Indonesia, UKM dapat membuktikan bahwa sektor ini dapat menjadi tumpuan bagi
perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan UKM mampu bertahan dibandingkan
dengan usaha besar lainnya yang cenderung mengalami keterpurukan. Hal tersebut
dibuktikan dengan semakin bertambahnya jumlah UKM setiap tahunnya. Usaha skala
kecil dan menengah (UKM) di negara berkembang hampir selalu merupakan kegiatan
ekonomi yang terbesar dalam jumlah dan kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja.
Begitu pula dengan kondisi yang ada di Indonesia, meskipun dalam ukuran
sumbangan terhadap PDB belum cukup tinggi, sektor ini dapat tetap menjadi
tumpuan bagi stabilitas ekonomi nasional. Sehingga perannya diharapkan dapat
menciptakan kesejahteraan kepada masyarakat Indonesia.
Pembahasan
Usaha Kecil didefinisikan
sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga
maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk
diperniagakan secara komersial dan mempunyai omzet penjualan sebesar 1 (satu)
miliar rupiah atau kurang. Sementara Usaha Menengah didefinisikan sebagai
kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun
suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan
secara komersial dan mempunyai omzet penjualan lebih dari 1 (satu) miliar.
Menurut Departemen
Perindustrian (1993) UKM didefinisikan sebagai perusahaan yang dimiliki oleh
Warga Negara Indonesia (WNI), memiliki total asset tidak lebih dari Rp 600 juta
(diluar area perumahan dan perkebunan). Sedangkan definisi yang digunakan oleh
Biro Pusat Statistik (BPS) lebih mengarah pada skala usaha dan jumlah tenaga
kerja yang diserap. Usaha kecil menggunakan kurang dari lima orang karyawan,
sedangkan usaha skala menengah menyerap antara 5-19 tenaga kerja.
Ciri-ciri perusahaan kecil dan menengah di Indonesia,
secara umum adalah:
· Manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada
pemisahan yang tegas antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah
sekaligus pengelola dalam UKM.
· Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok
kecil pemilik modal.
· Daerah operasinya umumnya lokal, walaupun terdapat
juga UKM yang memiliki orientasi luar negeri, berupa ekspor ke negara-negara
mitra perdagangan.
· Ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah
karyawan, dan sarana prasarana yang kecil.
Pandangan umum bahwa UKM itu
memiliki sifat dan jiwa entrepreneurship (kewiraswastaan) adalah kurang tepat.
Ada sub kelompok UKM yang memiliki sifat entrepreneurship tetapi ada pula yang
tidak menunjukkan sifat tersebut. Dengan menggunakan kriteria entrepreneurship
maka kita dapat membagi UKM dalam empat bagian, yakni :
a. Livelihood Activities
UKM yang masuk kategori ini pada umumnya bertujuan
mencari kesempatan kerja untuk mencari nafkah. Para pelaku dikelompok ini tidak
memiliki jiwa entrepreneurship. Kelompok ini disebut sebagai sektor informal.
Di Indonesia jumlah UKM kategori ini adalah yang terbesar.
b. Micro enterprise
UKM ini lebih bersifat “artisan” (pengrajin) dan tidak
bersifat entrepreneurship (kewiraswastaan). Jumlah UKM ini di Indonesia juga
relatif besar.
c. Small Dynamic Enterprises
UKM ini yang sering memiliki jiwa entrepreneurship.
Banyak pengusaha skala menengah dan besar yang tadinya berasal dari kategori
ini. Kalau dibina dengan baik maka sebagian dari UKM kategori ini akan masuk ke
kategori empat. Jumlah kelompok UKM ini jauh lebih kecil dari jumlah UKM yang
masuk kategori satu dan dua. Kelompok UKM ini sudah bisa menerima pekerjaan
sub-kontrak dan ekspor.
d. Fast Moving Enterprises
Ini adalah UKM tulen yang memilki jiwa entrepreneurship
yang sejati. Dari kelompok ini kemudian akan muncul usaha skala menengah dan
besar. Kelompok ini jumlahnya juga lebih sedikit dari UKM kategori satu dan
dua.
UKM Kebal Terhadap Krisis
Usaha Kecil, dan Menengah
(UKM) memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Karena dengan UKM
ini, pengangguran akibat angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja
menjadi berkurang.
Sektor UKM telah dipromosikan
dan dijadikan sebagai agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia. Sektor UKM
telah terbukti tangguh, ketika terjadi Krisis Ekonomi 1998, hanya sektor UKM
yang bertahan dari kolapsnya ekonomi, sementara sektor yang lebih besar justru
tumbang oleh krisis. Mudradjad Kuncoro dalam Harian Bisnis Indonesia pada
tanggal 21 Oktober 2008 mengemukakan bahwa UKM terbukti tahan terhadap krisis
dan mampu survive karena, pertama, tidak memiliki utang luar negeri. Kedua,
tidak banyak utang ke perbankan karena mereka dianggap unbankable. Ketiga, menggunakan
input lokal. Keempat, berorientasi ekspor. Selama 1997-2006, jumlah perusahaan
berskala UKM mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia. Sumbangan
UKM terhadap produk domestik bruto mencapai 54%-57%. Sumbangan UKM terhadap
penyerapan tenaga kerja sekitar 96%. Sebanyak 91% UKM melakukan kegiatan ekspor
melalui pihak ketiga eksportir/pedagang perantara. Hanya 8,8% yang berhubungan
langsung dengan pembeli/importir di luar negeri.
Kualitas jasa juga dapat
dimaksimalkan dengan adanya penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi ini
dapat memberikan kontribusi positif dalam pengelolaan, sehingga organisasi
dapat lebih terkontrol dengan mudah. Oleh sebab itu, organisasi harus selalu
mengikuti dinamika perubahan teknologi yang terjadi.
Usaha kecil dan menengah (UKM)
merupakan salah satu bagian penting dalam membangun perekonomian suatu negara
ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Usaha mikro kecil menengah
menjadi salah satu prioritas dalam agenda pembangunan di Indonesia hal ini terbukti
dari bertahannya sektor UKM saat terjadi krisis hebat tahun1998, bila
dibandingkan dengan sektor lain yang lebih besar justru tidak mampu bertahan
dengan adanya krisis.
Pada masa krisis ekonomi yang
berkepanjangan, UKM dapat bertahan dan mempunyai potensi untuk berkembang.
Dengan demikian UKM dapat dijadikan andalan untuk masa yang akan datang dan
harus didukung dengan kebijakan-kebijakan yang kondusif, serta
persoalan-persoalan yang menghambat usaha-usaha pemberdayaan UKM harus
dihilangkan. Konstitusi kebijakan ekonomi Pemerintah harus menempatkan UKM
sebagai prioritas utama dalam pemulihan ekonomi, untuk membuka kesempatan kerja
dan mengurangi jumlah pengangguran.
Sebagai gambaran,
kendati sumbangannya dalam
output nasional (PDRB) hanya 56,7 persen dan dalam ekspor nonmigas hanya 15 persen, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99
persen dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6
persen dalam penyerapan tenaga kerja (Kompas). Namun, dalam kenyataannya
selama ini UKM kurang mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa
kesadaran akan pentingnya UKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini
saja.
Dilihat dari pembinaan yang
efektif maka sebaiknya pemerintah memusatkan perhatiannya pada UKM kategori
tiga dan empat. Kelompok ini juga dapat menyerap materi pelatihan. Tujuan
pembinaan terhadap UKM kategori tiga dan empat adalah untuk mengembangkan
mereka menjadi usaha sekala menengah. Secara konseptual penulis menganggap ada
dua faktor kunci yang bersifat internal yang harus diperhatikan dalam proses
pembinaan UKM. Pertama, sumber daya manusia (SDM), kemampuan untuk meningkatkan
kualitas SDM baik atas upaya sendiri atau ajakan pihak luar. Selain itu dalam
SDM juga penting untuk memperhatikan etos kerja dan mempertajam naluri bisnis.
Kedua, manajemen, pengertian manajemen dalam praktek bisnis meliputi tiga aspek
yakni berpikir, bertindak, dan pengawasan.
Dapat dilihat dari statistik
yang dikeluarkan oleh UKM, bahwa 5 sektor yang memiliki porsi terbesar adalah
UKM yang terkait dengan industri makanan dan minuman. Sektor ini membentuk
rantai makanan yang berupa input bahan baku dan output jadi makanan dan
minuman. Industri Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan menyumbang
bahan baku untuk pembuatan makanan dan minuman, sementara Industri Perdagangan,
Hotel, dan Restoran menjual makanan dan minuman jadi hasil pengolahan dari
industri sebelumnya. Sehingga jika ditotal, sektor makanan dan minuman memiliki
proporsi unit usaha UKM lebih dari 80%.
Alasan-alasan UKM bisa bertahan dan cenderung
meningkat jumlahnya pada masa krisis adalah :
· Sebagian besar UKM memperoduksi barang konsumsi dan
jasa-jasa dengan elastitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka
tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap
permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya kenaikan tingkat pendapatan juga
tidak berpengaruh pada permintaan.
· Sebagian besar UKM tidak mendapat modal dari bank.
Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga, tidak banyak
mempengaruhi sektor ini. Berbeda dengan sektor perbankan bermasalah, maka UKM
ikut terganggu kegiatan usahanya. Sedangkan usaha berkala besar dapat bertahan.
Di Indonesia, UKM mempergunakan modal sendiri dari tabungan dan aksesnya
terhadap perbankan sangat rendah.
· UKM mempunyai modal yang terbatas dan pasar yang
bersaing, dampaknya UKM mempunyai spesialisasi produksi yang ketat. Hal ini
memungkinkan UKM mudah untuk pindah dari usaha yang satu ke usaha lain,
hambatan keluar-masuk tidak ada.
· Reformasi menghapuskan hambatan-hambatan di pasar,
proteksi industri hulu dihilangkan, UKM mempunyai pilihan lebih banyak dalam
pengadaan bahan baku. Akibatnya biaya produksi turun dan efisiensi meningkat.
Tetapi karena bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi, maka pengaruhnya
tidak terlalu besar.
· Dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan
menyebabkan sektor formal banyak memberhentikan pekerja-pekerjanya. Para
penganggur tersebut memasuki sektor informal, melakukan kegiatan usaha yang
umumnya berskala kecil, akibatnya jumlah UKM meningkat.
Mudradjad Kuncoro mengatakan
bahwa dua langkah strategis yang bisa diusulkan untuk pengembangan sektor UKM,
yaitu demand pull strategy dan supply push strategy. Demand pull strategy
mencakup strategi perkuatan sisi permintaan, yang bisa dilakukan dengan
perbaikan iklim bisnis, fasilitasi mendapatkan HAKI (paten), fasilitasi
pemasaran domestik dan luar negeri, dan menyediakan peluang pasar. Langkah
strategis lainnya adalah supply push strategy yang mencakup strategi pendorong
sisi penawaran. Ini bisa dilakukan dengan ketersediaan bahan baku, dukungan
permodalan, bantuan teknologi/ mesin/alat, dan peningkatan kemampuan SDM. Dalam
pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang
mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya
berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor
tradisional maupun modern. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang
diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua
departemen. 1. Departemen Perindustrian dan Perdagangan; 2. Departemen Koperasi
dan UKM, namun demikian usaha pengembangan yang telah dilaksanakan masih belum
memuaskan hasilnya, karena pada kenyataannya kemajuan UKM sangat kecil
dibandingkan dengan kemajuan yang sudah dicapai usaha besar. Pelaksanaan
kebijaksanaan UKM oleh pemerintah selama Orde Baru, sedikit saja yang
dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja, sehingga hasilnya
sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih berpihak pada pengusaha besar hampir
disemua sektor, antara lain : perdagangan, perbankan, kehutanan, pertanian dan
industri. Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, karena semakin
terbukanya pasar didalam negeri, merupakan ancaman bagi UKM dengan semakin
banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar dampak globalisasi. Oleh karena
itu pembinaan dan pengembangan UKM saat ini dirasakan semakin mendesak dan
sangat strategis untuk mengangkat perekonomian rakyat, maka kemandirian UKM
dapat tercapai dimasa mendatang.
Peranan UKM dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan
Kerja
Peranan UKM terlihat cukup
jelas pasca krisis ekonomi, yang dapat dilihat dari besaran pertambahan nilai
PDB, pada periode 1998–2002 yang relatif netral dari intervensi pemerintah
dalam pengembangan sektor-sektor perekonmian karena kemampuan pemerintah yang
relatif terbatas, sektor yang menunjukkan pertambahan PDB terbesar berasal dari
industri kecil, kemudian diikuti industri menengah dan besar. Hal ini
mengindikasikan bahwa UKM mampu dan berpotensi untuk mewujudkan pertumbuhan
ekonomi pada masa akan datang.
Dari aspek penyerapan tenaga
kerja, sektor pertanian secara absolut memiliki kontribusi lebih besar dari
pada sektor pertambangan, sektor industri pengolahan dan sektor industri jasa.
Arah perkembangan ekonomi seperti ini akan menimbulkan kesenjangan pendapatan
yang semakin mendalam antara sektor yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi lebih
tinggi dan menyerap tenaga kerja lebih sedikit.
Pembangunan ekonomi hendaknya
diarahkan pada sektor yang memberikan kontribusi terhadap output perekonomian
yang tinggi dan penyerapan tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Adapun sektor
yang dimaksud adalah sektor industri pengolahan, dengan tingkat pertambahan
output bruto sebesar 360,19% dan tingkat penyerapan tenaga kerja sebesar 23,21%
lebih besar daripada sektor pertanian, pertambangan dan jasa. Berdasarkan
skala, UKM memiliki kontribusi terhadap pertambahan output bruto dan penyerapan
tenaga kerja yang lebih besar daripada Usaha Besar.
Peranan UKM dalam penyerapan
tenaga kerja yang lebih besar dari usaha besar juga terlihat selama periode
2002–2005. UKM memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja rata-rata
sebesar 96,66% terhadap total keseluruhan tenaga kerja nasional, sedangkan
usaha besar hanya memberikan kontribusi rata-rata 3,32% terhadap tenaga kerja
nasional. Tinggi kemampuan UKM dalam menciptakan kesempatan kerja dibanding
usaha besar mengindikasikan bahwa UKM memiliki potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan dan dapat berfungsi sebagai katub pengaman permasalahan tenaga
kerja (pengangguran).
UKM Dalam Iklim Persaingan
Salah satu bentuk proteksi
yang dilakukan pemerintah terhadap pengembangan UKM adalah apa yang tercantum
pada dua Undang-Undang (UU) yang terkait dengan UKM yaitu UU Usaha Kecil No. 9
Tahun 1995 dan UU Persaingan Usaha Tahun 1999. Lebih menarik lagi karena UU
Persaingan Usaha muncul setelah Indonesia dihantam badai krisis yang menjadi
arena pengujian ketangguhan masing-masing skala usaha.
Di dalam UU Usaha Kecil
tersebut secara jelas dinyatakan betapa diperlukannya tindakan untuk melindungi
UKM dari persaingan yang tidak adil serta perlunya usaha untuk
mengembangkannya. Misalnya, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah, perlindungan
terhadap pelaksanaan program kemitraan dimana usaha besar dipaksa bermitra
dengan UKM. Sementara dalam pasal 50 butir (h) dan (i) UU Anti Monopoli dan UU
Persaingan ini ternyata koperasi dan UKM tidak tercakup di dalamnya. Kedua UU
ini menyatakan bahwa salah satu tugas pemerintah dalam pengembangan sektor
ekonomi adalah untuk memberikan perlindungan perundangan dan usaha pengembangan
bagi koperasi dan UKM.
Berdasarkan isi dari kedua UU
ini, jelas terlihat bahwa pemerintah Indonesia mungkin berpandangan bahwa untuk
mengembangkan serta melindungi koperasi dan UKM (sebagai bagian dari sektor
ekonomi) dari persaingan bebas (yang tidak adil) diperlukan suatu peraturan
yang ketat agar dapat digunakan sebagai bagian dari insentif untuk
mengembangkan dan melindungi koperasi dan UKM. Tampaknya pemerintah juga
berpendapat bahwa dalam proses itu, melindungi dan mengembangkan koperasi dan
UKM merupakan unsur
yang penting untuk menghadapi persaingan bebas (khususnya yang tidak
adil). Ketika harus
memilih antara manfaat persaingan yang didorong oleh pasar atau perlindungan
pemerintah, ternyata pemerintah memilih perlindungan. Mungkin kita akan memberikan interpretasi: bahwa
perlindungan untuk UKM serta koperasi akan efektif hanya dengan cara memakai
perangkat peraturan pemerintah. Dasar pemikiran ekonomi dari UU nasional ini
adalah bahwa UU dapat memainkan peranan yang penting dalam mendukung usaha
besar, menengah, kecil dan koperasi dalam bersaing di pasar yang sama tetapi
kita harus melindungi UKM dan koperasi.
Secara umum tujuan UU ini
adalah bagaimana mengembangkan ekonomi dengan sifat pasar persaingan bebas
dimana UU seharusnya atau sebenarnya tidak ditujukan untuk melawan usaha-usaha
besar, tetapi lebih merupakan pengembangan prinsip persaingan dalam ekonomi
pasar yang sedemikian rupa agar dapat menciptakan kondisi pasar yang dapat
mempercepat pertumbuhan usaha kecil, menengah dan besar secara bersamaan.
Hubungan yang terutama dan logis antara UU ini dan pertumbuhan UKM adalah
sebagai berikut: tujuan utama UU ini adalah meningkatkan keadaan ekonomi
melalui persaingan pasar bebas. Oleh sebab itu, teori pelaku ekonomi mengenai
perbuatan yang bersifat anti persaingan harus dimengerti secara jelas. Apabila
pasar yang bersaing (bukan yang bersifat monopoli atau monopolistik dll.) dikembangkan,
maka akan tercipta ekonomi yang kondusif yang dapat mempercepat pertumbuhan
UKM. Namun demikian perlu dicamkan bahwa pasar yang bersaing tidak dapat
dihasilkan hanya dengan UU Anti Monopoli dan UU Persaingan saja.
Peran UKM dalam Penciptaan Devisa Negara
UKM juga berkontribusi
terhadap penerimaan ekspor, walaupun kontribusi UKM jauh lebih kecil jika
dibandingkan dengan kontribusi usaha besar. Pada tahun 2005 nilai ekspor usaha
kecil mencapai 27.700 milyar dan menciptakan peranan sebesar 4,86 persen
terhadap total ekspor. Padahal pada tahun 2002 nilai ekspor skala usaha yang
sama sebesar 20.496 milyar dan menciptakan peranan sebesar 5,13% terhadap total
ekspor. Artinya terjadi peningkatan pada nilai walaupun peranan ekspor pada
usaha kecil sedikit mengalami penurunan. Untuk usaha menengah, nilai ekspor
juga meningkat dari 66,821 milyar di tahun 2002 (16,74%) naik menjadi 81.429
milyar dengan peranan yang mengalami penurunan yaitu sebesar 14,30% ditahun
2005.
Berdasarkan distribusi
pendapatan ekspor menurut skala usaha, maka periode 2003-2005 sektor penggerak
ekspor terbesar secara total adalah industri pengolahan, dan penyumbang ekspor
terkecil adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan. Khusus
pada usaha kecil, penyumbang terbesar ekspor nonmigas adalah sektor industri
pengolahan yang diikuti oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan
perikanan dan terakhir adalah sektor pertambangan dan penggalian. Sedangkan
untuk usaha menengah sumbangan terbesar terhadap ekspor adalah sektor industri
pengolahan. (MENEKOP DAN UMKM dan BPS, 2005).
Berikut akan saya sajikan data
yang menunjukkan perkembangan ekspor non migas berdasarkan skala usaha tahun
2002 – 2005:
Table 1.1 perkembangan Ekspor Non Migas Menurut Skala
Usaha Tahun 2002 – 2005
|
Nilai (Milyar RP)
|
|||||||
|
Tahun
|
UK
|
UM
|
UKM
|
UB
|
Total
|
||
|
2002
|
20,496
(5,13)
|
66,821
(16.74)
|
87,290
(21.87)
|
311,916
(78.13)
|
399,206
(100,00)
|
||
|
2003
|
19,941
(5,21)
|
57,156
(14.94)
|
77,097
(20.15)
|
305,437
(79.85)
|
382,534
(100,00)
|
||
|
2004
|
24,408
(5,18)
|
71,140
(15.11)
|
95,548
(20.30)
|
375,242
(79.70)
|
470,790
(100,00)
|
||
|
2005
|
27,700
(4,86)
|
81,429
(14.30)
|
109,129
(19.16)
|
460,460
(80.84)
|
569,588
(100,00)
|
||
Sumber: MENEKOP DAN UMKM dan BPS, 2005
Keterangan:
( ) : Persentase terhadap total
UK : Usaha Kecil
UM : Usaha Menengah
UKM : Usaha Kecil Menengah
UB : Usaha Besar
Peranan UKM dalam Pemerataan Pendapatan
Peranan UKM yang tak kalah
pentingnya dengan upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan
kerja yang tinggi adalah peranan dalam upaya mewujudkan pemerataan pendapatan.
Dalam rangka meningkatkan peran UKM di Indonesia berbagai kebijakan dari aspek
makroekonomi perlu diterapkan. Dengan memberikan stimulus ekonomi yang lebih
besar kepada industri ini akan memberikan dampak yang besar dan luas terhadap
pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan distribusi pendapatan yang lebih
merata di Indonesia. Dengan stimulus yang dimaskud dapat berupa memberikan dana
kepada UKM melalui investasi pemerintah dan investasi swasta domestik maupun
investasi luar negeri. Perlu komitmen yang kuat dalam bentuk peraturan
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mengalokasikan
sebagian besar dana APBD maupun APBN untuk diinvestasikan dalam usaha produktif
UKM. Sementara itu, untuk menciptakan dan mendorong berbagai pihak swasta
maupun swasta asing menginvestasikan dananya pada UKM perlu diberikan berbagai
kemudahan dalam bentuk penyediaan database, penyediaan infrastruktur, kemudahan
sistem administrasi birokrasi, dan kemudahan pajak. Pemanfaatan dana pinjaman
luar negeri dalam bentuk loan bagi pengembangan UKM juga dapat dilakukan,
disamping mengerahkan bantuan (hibah) luar negeri untuk memperkuat dan
meningkatkan peran UKM.
Upaya lain yang dapat
dilakukan adalah dengan memberikan pinjaman modal berupa kredit berbunga
rendah. Untuk pelaksanaanya melibatkan pihak perbankan, khususnya perbankan milik
pemerintah. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan aksesbilitas para pelaku UKM
terhadap modal yang selama ini relatif terbatas. Diperlukan pula ketegasaan
dari pemerintah dalam bentuk peraturan perundangan ataupun peraturan pemerintah
(PP) untuk mendorong pihak perbankan melakukan tugasnya dengan sungguh sungguh
dan penuh tanggung jawab.
Penutup
Peran Usaha Kecil Menengah
(UKM) di Indonesia sangat besar dan telah terbukti menyelamatkan perekonomian
bangsa pada saat dilanda krisis ekonomi tahun 1997. Di negara-negara majupun,
baik di Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Italia, UKM lah yang menjadi pilar
utama perekonomian negara. Disamping itu upaya pengembangan UKM dengan
mensinergikannya dengan industri besar melalui pola kemitraan, juga akan
memperkuat struktur ekonomi baik nasional maupun daerah. Partisipasi pihak
terkait atau stakeholders perlu terus ditumbuh kembangkan lainnya agar UKM
betul-betul mampu berkiprah lebih besar lagi dalam perekonomian nasional.
Sehingga Peran UKM Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia semakin optimal
Daftar Pustaka
http://hisyamjayuz.blogspot.co.id/2013/05/peran-ukm-terhadap-pertumbuhan-ekonomi.html Pendahuluan
Krisis ekonomi merupakan
musibah yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang melamban. Pertumbuhan
ekonomi yang melamban bukan berakar pada masalah karena kelemahan pada sektor
moneter dan keuangan saja, melainkan pada tidak kuatnya struktur sektor ekonomi
di riel dalam menghadapi gejolak dari luar atau gejolak dari dalam. Sebelum
krisis prioritas industri pemerintah lebih memprioritaskan untuk mendahulukan
industri hulu namun mengabaikan industri hilir. Ada semacam statement bahwa
kalau industri hulu terbangun maka industri hilir akan mengikuti. Namun dalam
kenyataanya pemerintah mengabaikan konsep membangun industri hilir yang dapat
dilaksanakan.
Sementara itu
industri-industri besar yang terbangun tetap rawan gejolak luar tersebut tidak
memiliki suatu keterkaitan yang kuat baik kebelakang penyediaan input maupun
kedepan. Terlambatnya dipromosikan UKM dalam program membangun industri hilir
dan pemihakan pemerintah terhadap pengembangan usaha besar berakibat peran yang
menonjol pada usaha besar. Dengan terlambatnya dipromosikan industri hilir
terjadi kepincangan yang cukup parah ketika krisis asia melanda ekonomi. Ketika
terjadi krisis industri besar mengahadapi masalah serius sedangkan UKM bekerja
menurut ritme keunggulannya. Dua pola pertumbuhan industri berbeda karena
antara lain mengunakan bahan baku bersumber dari dalam negeri, pemakaian tenaga
kerja dengan upah yang rendah dan relatif cepat bergerak kearah penyesuaian
pemakaian bahan baku dan berorientasi pasar.
Ketiga faktor diatas
menempatkan UKM disalah satu pihak mampu menunjukkan diri menjadi usaha yang
memiliki keunggulam daya saing dan dinamika dalam pertumbuhan ekonomi bahkan
para ahli melihat kenyataan dan berpendapat bahwa proses pemulihan ekonomi yang
ditunjang oleh meningkatnya peran UKM secara signifikan. Dengan demikian dapat
disimpulkan terpisahnya faktor pengerak UKM dari industri besar merupakan suatu
kerapuhan dalam struktur industri yang ada sekarang. Hal ini menjadi bukti atas
potensi UKM dalam pemulihan krisis ekonomi, yang muncul akibat kemampuannya
untuk secara cepat mengubah dan mengalihkan pasar input outputnya dari input
yang mahal ke yang secara relatif lebih murah. Hal inilah menunjukkan bahwa
selain sebagai penangkal krisis juga memiliki peran yang sangat strategis dalam
ekonomi suatu negara.
Pada pasca krisis tahun 1997
di Indonesia, UKM dapat membuktikan bahwa sektor ini dapat menjadi tumpuan bagi
perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan UKM mampu bertahan dibandingkan
dengan usaha besar lainnya yang cenderung mengalami keterpurukan. Hal tersebut
dibuktikan dengan semakin bertambahnya jumlah UKM setiap tahunnya. Usaha skala
kecil dan menengah (UKM) di negara berkembang hampir selalu merupakan kegiatan
ekonomi yang terbesar dalam jumlah dan kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja.
Begitu pula dengan kondisi yang ada di Indonesia, meskipun dalam ukuran
sumbangan terhadap PDB belum cukup tinggi, sektor ini dapat tetap menjadi
tumpuan bagi stabilitas ekonomi nasional. Sehingga perannya diharapkan dapat
menciptakan kesejahteraan kepada masyarakat Indonesia.
Pembahasan
Usaha Kecil didefinisikan
sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga
maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk
diperniagakan secara komersial dan mempunyai omzet penjualan sebesar 1 (satu)
miliar rupiah atau kurang. Sementara Usaha Menengah didefinisikan sebagai
kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun
suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan
secara komersial dan mempunyai omzet penjualan lebih dari 1 (satu) miliar.
Menurut Departemen
Perindustrian (1993) UKM didefinisikan sebagai perusahaan yang dimiliki oleh
Warga Negara Indonesia (WNI), memiliki total asset tidak lebih dari Rp 600 juta
(diluar area perumahan dan perkebunan). Sedangkan definisi yang digunakan oleh
Biro Pusat Statistik (BPS) lebih mengarah pada skala usaha dan jumlah tenaga
kerja yang diserap. Usaha kecil menggunakan kurang dari lima orang karyawan,
sedangkan usaha skala menengah menyerap antara 5-19 tenaga kerja.
Ciri-ciri perusahaan kecil dan menengah di Indonesia,
secara umum adalah:
· Manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada
pemisahan yang tegas antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah
sekaligus pengelola dalam UKM.
· Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok
kecil pemilik modal.
· Daerah operasinya umumnya lokal, walaupun terdapat
juga UKM yang memiliki orientasi luar negeri, berupa ekspor ke negara-negara
mitra perdagangan.
· Ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah
karyawan, dan sarana prasarana yang kecil.
Pandangan umum bahwa UKM itu
memiliki sifat dan jiwa entrepreneurship (kewiraswastaan) adalah kurang tepat.
Ada sub kelompok UKM yang memiliki sifat entrepreneurship tetapi ada pula yang
tidak menunjukkan sifat tersebut. Dengan menggunakan kriteria entrepreneurship
maka kita dapat membagi UKM dalam empat bagian, yakni :
a. Livelihood Activities
UKM yang masuk kategori ini pada umumnya bertujuan
mencari kesempatan kerja untuk mencari nafkah. Para pelaku dikelompok ini tidak
memiliki jiwa entrepreneurship. Kelompok ini disebut sebagai sektor informal.
Di Indonesia jumlah UKM kategori ini adalah yang terbesar.
b. Micro enterprise
UKM ini lebih bersifat “artisan” (pengrajin) dan tidak
bersifat entrepreneurship (kewiraswastaan). Jumlah UKM ini di Indonesia juga
relatif besar.
c. Small Dynamic Enterprises
UKM ini yang sering memiliki jiwa entrepreneurship.
Banyak pengusaha skala menengah dan besar yang tadinya berasal dari kategori
ini. Kalau dibina dengan baik maka sebagian dari UKM kategori ini akan masuk ke
kategori empat. Jumlah kelompok UKM ini jauh lebih kecil dari jumlah UKM yang
masuk kategori satu dan dua. Kelompok UKM ini sudah bisa menerima pekerjaan
sub-kontrak dan ekspor.
d. Fast Moving Enterprises
Ini adalah UKM tulen yang memilki jiwa entrepreneurship
yang sejati. Dari kelompok ini kemudian akan muncul usaha skala menengah dan
besar. Kelompok ini jumlahnya juga lebih sedikit dari UKM kategori satu dan
dua.
UKM Kebal Terhadap Krisis
Usaha Kecil, dan Menengah
(UKM) memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Karena dengan UKM
ini, pengangguran akibat angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja
menjadi berkurang.
Sektor UKM telah dipromosikan
dan dijadikan sebagai agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia. Sektor UKM
telah terbukti tangguh, ketika terjadi Krisis Ekonomi 1998, hanya sektor UKM
yang bertahan dari kolapsnya ekonomi, sementara sektor yang lebih besar justru
tumbang oleh krisis. Mudradjad Kuncoro dalam Harian Bisnis Indonesia pada
tanggal 21 Oktober 2008 mengemukakan bahwa UKM terbukti tahan terhadap krisis
dan mampu survive karena, pertama, tidak memiliki utang luar negeri. Kedua,
tidak banyak utang ke perbankan karena mereka dianggap unbankable. Ketiga, menggunakan
input lokal. Keempat, berorientasi ekspor. Selama 1997-2006, jumlah perusahaan
berskala UKM mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia. Sumbangan
UKM terhadap produk domestik bruto mencapai 54%-57%. Sumbangan UKM terhadap
penyerapan tenaga kerja sekitar 96%. Sebanyak 91% UKM melakukan kegiatan ekspor
melalui pihak ketiga eksportir/pedagang perantara. Hanya 8,8% yang berhubungan
langsung dengan pembeli/importir di luar negeri.
Kualitas jasa juga dapat
dimaksimalkan dengan adanya penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi ini
dapat memberikan kontribusi positif dalam pengelolaan, sehingga organisasi
dapat lebih terkontrol dengan mudah. Oleh sebab itu, organisasi harus selalu
mengikuti dinamika perubahan teknologi yang terjadi.
Usaha kecil dan menengah (UKM)
merupakan salah satu bagian penting dalam membangun perekonomian suatu negara
ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Usaha mikro kecil menengah
menjadi salah satu prioritas dalam agenda pembangunan di Indonesia hal ini terbukti
dari bertahannya sektor UKM saat terjadi krisis hebat tahun1998, bila
dibandingkan dengan sektor lain yang lebih besar justru tidak mampu bertahan
dengan adanya krisis.
Pada masa krisis ekonomi yang
berkepanjangan, UKM dapat bertahan dan mempunyai potensi untuk berkembang.
Dengan demikian UKM dapat dijadikan andalan untuk masa yang akan datang dan
harus didukung dengan kebijakan-kebijakan yang kondusif, serta
persoalan-persoalan yang menghambat usaha-usaha pemberdayaan UKM harus
dihilangkan. Konstitusi kebijakan ekonomi Pemerintah harus menempatkan UKM
sebagai prioritas utama dalam pemulihan ekonomi, untuk membuka kesempatan kerja
dan mengurangi jumlah pengangguran.
Sebagai gambaran,
kendati sumbangannya dalam
output nasional (PDRB) hanya 56,7 persen dan dalam ekspor nonmigas hanya 15 persen, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99
persen dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6
persen dalam penyerapan tenaga kerja (Kompas). Namun, dalam kenyataannya
selama ini UKM kurang mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa
kesadaran akan pentingnya UKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini
saja.
Dilihat dari pembinaan yang
efektif maka sebaiknya pemerintah memusatkan perhatiannya pada UKM kategori
tiga dan empat. Kelompok ini juga dapat menyerap materi pelatihan. Tujuan
pembinaan terhadap UKM kategori tiga dan empat adalah untuk mengembangkan
mereka menjadi usaha sekala menengah. Secara konseptual penulis menganggap ada
dua faktor kunci yang bersifat internal yang harus diperhatikan dalam proses
pembinaan UKM. Pertama, sumber daya manusia (SDM), kemampuan untuk meningkatkan
kualitas SDM baik atas upaya sendiri atau ajakan pihak luar. Selain itu dalam
SDM juga penting untuk memperhatikan etos kerja dan mempertajam naluri bisnis.
Kedua, manajemen, pengertian manajemen dalam praktek bisnis meliputi tiga aspek
yakni berpikir, bertindak, dan pengawasan.
Dapat dilihat dari statistik
yang dikeluarkan oleh UKM, bahwa 5 sektor yang memiliki porsi terbesar adalah
UKM yang terkait dengan industri makanan dan minuman. Sektor ini membentuk
rantai makanan yang berupa input bahan baku dan output jadi makanan dan
minuman. Industri Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan menyumbang
bahan baku untuk pembuatan makanan dan minuman, sementara Industri Perdagangan,
Hotel, dan Restoran menjual makanan dan minuman jadi hasil pengolahan dari
industri sebelumnya. Sehingga jika ditotal, sektor makanan dan minuman memiliki
proporsi unit usaha UKM lebih dari 80%.
Alasan-alasan UKM bisa bertahan dan cenderung
meningkat jumlahnya pada masa krisis adalah :
· Sebagian besar UKM memperoduksi barang konsumsi dan
jasa-jasa dengan elastitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka
tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap
permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya kenaikan tingkat pendapatan juga
tidak berpengaruh pada permintaan.
· Sebagian besar UKM tidak mendapat modal dari bank.
Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga, tidak banyak
mempengaruhi sektor ini. Berbeda dengan sektor perbankan bermasalah, maka UKM
ikut terganggu kegiatan usahanya. Sedangkan usaha berkala besar dapat bertahan.
Di Indonesia, UKM mempergunakan modal sendiri dari tabungan dan aksesnya
terhadap perbankan sangat rendah.
· UKM mempunyai modal yang terbatas dan pasar yang
bersaing, dampaknya UKM mempunyai spesialisasi produksi yang ketat. Hal ini
memungkinkan UKM mudah untuk pindah dari usaha yang satu ke usaha lain,
hambatan keluar-masuk tidak ada.
· Reformasi menghapuskan hambatan-hambatan di pasar,
proteksi industri hulu dihilangkan, UKM mempunyai pilihan lebih banyak dalam
pengadaan bahan baku. Akibatnya biaya produksi turun dan efisiensi meningkat.
Tetapi karena bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi, maka pengaruhnya
tidak terlalu besar.
· Dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan
menyebabkan sektor formal banyak memberhentikan pekerja-pekerjanya. Para
penganggur tersebut memasuki sektor informal, melakukan kegiatan usaha yang
umumnya berskala kecil, akibatnya jumlah UKM meningkat.
Mudradjad Kuncoro mengatakan
bahwa dua langkah strategis yang bisa diusulkan untuk pengembangan sektor UKM,
yaitu demand pull strategy dan supply push strategy. Demand pull strategy
mencakup strategi perkuatan sisi permintaan, yang bisa dilakukan dengan
perbaikan iklim bisnis, fasilitasi mendapatkan HAKI (paten), fasilitasi
pemasaran domestik dan luar negeri, dan menyediakan peluang pasar. Langkah
strategis lainnya adalah supply push strategy yang mencakup strategi pendorong
sisi penawaran. Ini bisa dilakukan dengan ketersediaan bahan baku, dukungan
permodalan, bantuan teknologi/ mesin/alat, dan peningkatan kemampuan SDM. Dalam
pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang
mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya
berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor
tradisional maupun modern. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang
diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua
departemen. 1. Departemen Perindustrian dan Perdagangan; 2. Departemen Koperasi
dan UKM, namun demikian usaha pengembangan yang telah dilaksanakan masih belum
memuaskan hasilnya, karena pada kenyataannya kemajuan UKM sangat kecil
dibandingkan dengan kemajuan yang sudah dicapai usaha besar. Pelaksanaan
kebijaksanaan UKM oleh pemerintah selama Orde Baru, sedikit saja yang
dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja, sehingga hasilnya
sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih berpihak pada pengusaha besar hampir
disemua sektor, antara lain : perdagangan, perbankan, kehutanan, pertanian dan
industri. Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, karena semakin
terbukanya pasar didalam negeri, merupakan ancaman bagi UKM dengan semakin
banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar dampak globalisasi. Oleh karena
itu pembinaan dan pengembangan UKM saat ini dirasakan semakin mendesak dan
sangat strategis untuk mengangkat perekonomian rakyat, maka kemandirian UKM
dapat tercapai dimasa mendatang.
Peranan UKM dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan
Kerja
Peranan UKM terlihat cukup
jelas pasca krisis ekonomi, yang dapat dilihat dari besaran pertambahan nilai
PDB, pada periode 1998–2002 yang relatif netral dari intervensi pemerintah
dalam pengembangan sektor-sektor perekonmian karena kemampuan pemerintah yang
relatif terbatas, sektor yang menunjukkan pertambahan PDB terbesar berasal dari
industri kecil, kemudian diikuti industri menengah dan besar. Hal ini
mengindikasikan bahwa UKM mampu dan berpotensi untuk mewujudkan pertumbuhan
ekonomi pada masa akan datang.
Dari aspek penyerapan tenaga
kerja, sektor pertanian secara absolut memiliki kontribusi lebih besar dari
pada sektor pertambangan, sektor industri pengolahan dan sektor industri jasa.
Arah perkembangan ekonomi seperti ini akan menimbulkan kesenjangan pendapatan
yang semakin mendalam antara sektor yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi lebih
tinggi dan menyerap tenaga kerja lebih sedikit.
Pembangunan ekonomi hendaknya
diarahkan pada sektor yang memberikan kontribusi terhadap output perekonomian
yang tinggi dan penyerapan tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Adapun sektor
yang dimaksud adalah sektor industri pengolahan, dengan tingkat pertambahan
output bruto sebesar 360,19% dan tingkat penyerapan tenaga kerja sebesar 23,21%
lebih besar daripada sektor pertanian, pertambangan dan jasa. Berdasarkan
skala, UKM memiliki kontribusi terhadap pertambahan output bruto dan penyerapan
tenaga kerja yang lebih besar daripada Usaha Besar.
Peranan UKM dalam penyerapan
tenaga kerja yang lebih besar dari usaha besar juga terlihat selama periode
2002–2005. UKM memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja rata-rata
sebesar 96,66% terhadap total keseluruhan tenaga kerja nasional, sedangkan
usaha besar hanya memberikan kontribusi rata-rata 3,32% terhadap tenaga kerja
nasional. Tinggi kemampuan UKM dalam menciptakan kesempatan kerja dibanding
usaha besar mengindikasikan bahwa UKM memiliki potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan dan dapat berfungsi sebagai katub pengaman permasalahan tenaga
kerja (pengangguran).
UKM Dalam Iklim Persaingan
Salah satu bentuk proteksi
yang dilakukan pemerintah terhadap pengembangan UKM adalah apa yang tercantum
pada dua Undang-Undang (UU) yang terkait dengan UKM yaitu UU Usaha Kecil No. 9
Tahun 1995 dan UU Persaingan Usaha Tahun 1999. Lebih menarik lagi karena UU
Persaingan Usaha muncul setelah Indonesia dihantam badai krisis yang menjadi
arena pengujian ketangguhan masing-masing skala usaha.
Di dalam UU Usaha Kecil
tersebut secara jelas dinyatakan betapa diperlukannya tindakan untuk melindungi
UKM dari persaingan yang tidak adil serta perlunya usaha untuk
mengembangkannya. Misalnya, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah, perlindungan
terhadap pelaksanaan program kemitraan dimana usaha besar dipaksa bermitra
dengan UKM. Sementara dalam pasal 50 butir (h) dan (i) UU Anti Monopoli dan UU
Persaingan ini ternyata koperasi dan UKM tidak tercakup di dalamnya. Kedua UU
ini menyatakan bahwa salah satu tugas pemerintah dalam pengembangan sektor
ekonomi adalah untuk memberikan perlindungan perundangan dan usaha pengembangan
bagi koperasi dan UKM.
Berdasarkan isi dari kedua UU
ini, jelas terlihat bahwa pemerintah Indonesia mungkin berpandangan bahwa untuk
mengembangkan serta melindungi koperasi dan UKM (sebagai bagian dari sektor
ekonomi) dari persaingan bebas (yang tidak adil) diperlukan suatu peraturan
yang ketat agar dapat digunakan sebagai bagian dari insentif untuk
mengembangkan dan melindungi koperasi dan UKM. Tampaknya pemerintah juga
berpendapat bahwa dalam proses itu, melindungi dan mengembangkan koperasi dan
UKM merupakan unsur
yang penting untuk menghadapi persaingan bebas (khususnya yang tidak
adil). Ketika harus
memilih antara manfaat persaingan yang didorong oleh pasar atau perlindungan
pemerintah, ternyata pemerintah memilih perlindungan. Mungkin kita akan memberikan interpretasi: bahwa
perlindungan untuk UKM serta koperasi akan efektif hanya dengan cara memakai
perangkat peraturan pemerintah. Dasar pemikiran ekonomi dari UU nasional ini
adalah bahwa UU dapat memainkan peranan yang penting dalam mendukung usaha
besar, menengah, kecil dan koperasi dalam bersaing di pasar yang sama tetapi
kita harus melindungi UKM dan koperasi.
Secara umum tujuan UU ini
adalah bagaimana mengembangkan ekonomi dengan sifat pasar persaingan bebas
dimana UU seharusnya atau sebenarnya tidak ditujukan untuk melawan usaha-usaha
besar, tetapi lebih merupakan pengembangan prinsip persaingan dalam ekonomi
pasar yang sedemikian rupa agar dapat menciptakan kondisi pasar yang dapat
mempercepat pertumbuhan usaha kecil, menengah dan besar secara bersamaan.
Hubungan yang terutama dan logis antara UU ini dan pertumbuhan UKM adalah
sebagai berikut: tujuan utama UU ini adalah meningkatkan keadaan ekonomi
melalui persaingan pasar bebas. Oleh sebab itu, teori pelaku ekonomi mengenai
perbuatan yang bersifat anti persaingan harus dimengerti secara jelas. Apabila
pasar yang bersaing (bukan yang bersifat monopoli atau monopolistik dll.) dikembangkan,
maka akan tercipta ekonomi yang kondusif yang dapat mempercepat pertumbuhan
UKM. Namun demikian perlu dicamkan bahwa pasar yang bersaing tidak dapat
dihasilkan hanya dengan UU Anti Monopoli dan UU Persaingan saja.
Peran UKM dalam Penciptaan Devisa Negara
UKM juga berkontribusi
terhadap penerimaan ekspor, walaupun kontribusi UKM jauh lebih kecil jika
dibandingkan dengan kontribusi usaha besar. Pada tahun 2005 nilai ekspor usaha
kecil mencapai 27.700 milyar dan menciptakan peranan sebesar 4,86 persen
terhadap total ekspor. Padahal pada tahun 2002 nilai ekspor skala usaha yang
sama sebesar 20.496 milyar dan menciptakan peranan sebesar 5,13% terhadap total
ekspor. Artinya terjadi peningkatan pada nilai walaupun peranan ekspor pada
usaha kecil sedikit mengalami penurunan. Untuk usaha menengah, nilai ekspor
juga meningkat dari 66,821 milyar di tahun 2002 (16,74%) naik menjadi 81.429
milyar dengan peranan yang mengalami penurunan yaitu sebesar 14,30% ditahun
2005.
Berdasarkan distribusi
pendapatan ekspor menurut skala usaha, maka periode 2003-2005 sektor penggerak
ekspor terbesar secara total adalah industri pengolahan, dan penyumbang ekspor
terkecil adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan. Khusus
pada usaha kecil, penyumbang terbesar ekspor nonmigas adalah sektor industri
pengolahan yang diikuti oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan
perikanan dan terakhir adalah sektor pertambangan dan penggalian. Sedangkan
untuk usaha menengah sumbangan terbesar terhadap ekspor adalah sektor industri
pengolahan. (MENEKOP DAN UMKM dan BPS, 2005).
Berikut akan saya sajikan data
yang menunjukkan perkembangan ekspor non migas berdasarkan skala usaha tahun
2002 – 2005:
Table 1.1 perkembangan Ekspor Non Migas Menurut Skala
Usaha Tahun 2002 – 2005
|
Nilai (Milyar RP)
|
|||||||
|
Tahun
|
UK
|
UM
|
UKM
|
UB
|
Total
|
||
|
2002
|
20,496
(5,13)
|
66,821
(16.74)
|
87,290
(21.87)
|
311,916
(78.13)
|
399,206
(100,00)
|
||
|
2003
|
19,941
(5,21)
|
57,156
(14.94)
|
77,097
(20.15)
|
305,437
(79.85)
|
382,534
(100,00)
|
||
|
2004
|
24,408
(5,18)
|
71,140
(15.11)
|
95,548
(20.30)
|
375,242
(79.70)
|
470,790
(100,00)
|
||
|
2005
|
27,700
(4,86)
|
81,429
(14.30)
|
109,129
(19.16)
|
460,460
(80.84)
|
569,588
(100,00)
|
||
Sumber: MENEKOP DAN UMKM dan BPS, 2005
Keterangan:
( ) : Persentase terhadap total
UK : Usaha Kecil
UM : Usaha Menengah
UKM : Usaha Kecil Menengah
UB : Usaha Besar
Peranan UKM dalam Pemerataan Pendapatan
Peranan UKM yang tak kalah
pentingnya dengan upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan
kerja yang tinggi adalah peranan dalam upaya mewujudkan pemerataan pendapatan.
Dalam rangka meningkatkan peran UKM di Indonesia berbagai kebijakan dari aspek
makroekonomi perlu diterapkan. Dengan memberikan stimulus ekonomi yang lebih
besar kepada industri ini akan memberikan dampak yang besar dan luas terhadap
pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan distribusi pendapatan yang lebih
merata di Indonesia. Dengan stimulus yang dimaskud dapat berupa memberikan dana
kepada UKM melalui investasi pemerintah dan investasi swasta domestik maupun
investasi luar negeri. Perlu komitmen yang kuat dalam bentuk peraturan
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mengalokasikan
sebagian besar dana APBD maupun APBN untuk diinvestasikan dalam usaha produktif
UKM. Sementara itu, untuk menciptakan dan mendorong berbagai pihak swasta
maupun swasta asing menginvestasikan dananya pada UKM perlu diberikan berbagai
kemudahan dalam bentuk penyediaan database, penyediaan infrastruktur, kemudahan
sistem administrasi birokrasi, dan kemudahan pajak. Pemanfaatan dana pinjaman
luar negeri dalam bentuk loan bagi pengembangan UKM juga dapat dilakukan,
disamping mengerahkan bantuan (hibah) luar negeri untuk memperkuat dan
meningkatkan peran UKM.
Upaya lain yang dapat
dilakukan adalah dengan memberikan pinjaman modal berupa kredit berbunga
rendah. Untuk pelaksanaanya melibatkan pihak perbankan, khususnya perbankan milik
pemerintah. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan aksesbilitas para pelaku UKM
terhadap modal yang selama ini relatif terbatas. Diperlukan pula ketegasaan
dari pemerintah dalam bentuk peraturan perundangan ataupun peraturan pemerintah
(PP) untuk mendorong pihak perbankan melakukan tugasnya dengan sungguh sungguh
dan penuh tanggung jawab.
Penutup
Peran Usaha Kecil Menengah
(UKM) di Indonesia sangat besar dan telah terbukti menyelamatkan perekonomian
bangsa pada saat dilanda krisis ekonomi tahun 1997. Di negara-negara majupun,
baik di Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Italia, UKM lah yang menjadi pilar
utama perekonomian negara. Disamping itu upaya pengembangan UKM dengan
mensinergikannya dengan industri besar melalui pola kemitraan, juga akan
memperkuat struktur ekonomi baik nasional maupun daerah. Partisipasi pihak
terkait atau stakeholders perlu terus ditumbuh kembangkan lainnya agar UKM
betul-betul mampu berkiprah lebih besar lagi dalam perekonomian nasional.
Sehingga Peran UKM Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia semakin optimal
Daftar Pustaka
http://hisyamjayuz.blogspot.co.id/2013/05/peran-ukm-terhadap-pertumbuhan-ekonomi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar